- Program Kegiatan SGI, Pemantik Guru MIN Semakin Aktif dan Kreatif
- Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Hadiri Pembukaan Program Beasiswa Pembinaan Kepala Sekolah dan Guru Kabupaten Bekasi
- Kepala Kemenag Kab. Bekasi Hadiri Pemasangan Tiang Pancang Pertama Masjid Al Muhajirin Lippo Cikarang
- Gelar Silaturahmi DPD FK KBIHU Kabupaten Bekasi dengan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat
- Cegah Konflik Pemilu, Ini Upaya Kemenag Kabupaten Bekasi
- Rakernas 2024, Begini Pesan Kepala Kementerian Agama Kabupaten Bekasi
- Monev Penggunaan Dana BOS, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bekasi minta Tingkatkan Kualitas Pendidikan Madrasah
- Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bekasi Gelar Silaturahmi bersama Tenaga Pramubakti
- Peringatan Hari Guru tahun ini, Kankemenag gaungkan peningkatan pembelajaran
- Adu Pantun Warnai Pisah Sambut Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bekasi
Pentingnya Pembentukan Karakter Sejak Dini
Oleh: Eli Zumailah

Kata “Pembentukan” dalam kamus Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu proses, cara, perbuatan membentuk. Sedangkan menurut istilah kata Pembentukan diartikan sebagai usaha luar yang terarah kepada tujuan tertentu guna membimbing faktor-faktor pembawaan hingga terwujud dalam suatu aktifitas rohani atau jasmani.
Karakter berasal dari bahasa Yunani charassein, artinya mengukir hingga terbentuk sebuah pola. Jadi, untuk mendidik anak agar memiliki karakter diperlukan proses 'mengukir,' yakni pengasuhan dan pendidikan yang tepat. Pendidikan karakter dimulai sejak anak dilahirkan. Pendidikan moral sampai anak berusia dua tahun dapat dilakukan hanya dengan memberikan kasih sayang sebesar-sebesarnya kepada anak. Memasuki usia dua tahun, anak sudah dapat diajari nilai-nilai moral, bahkan mereka sudah memiliki perasaan empati terhadap kesulitan atau penderitaan orang lain. (Ratna Megawangi, 2004: 17)
Proses terbentuknya suatu karakter bukan hanya diawali oleh proses berpikir yang menetap memiliki nalar kecerdasan yang berjalan normal, artinya yang dimaksud memacu pikiran, bukan asal berpikir atau sembarang pikiran yang muncul dalam nalar seseorang, tetapi telah terbentuknya pengetahuan, daya pikir yang cerdas. Karakter tidak akan tumbuh dengan tiba-tiba dan bersifat instan tetapi justru memerlukan perubahan tubuh, yang terus menerus sebagai perintah dan pikiranya. Setelah terlatih dan terus menerus berpikir dan berbuat, maka akan muncul habitus atau pembiasaan.( Pupuh Fathurrohman,dkk,2017: 22 ).
Baca Lainnya :
- Ust. Fatulloh : Buku Perpustakaan MAN 1 Bekasi mereka menunggu kalian untuk membacanya 0
- Dewan Guru MAN 1 Bekasi Antusias ikuti IKM0
- Taekwondo MAN 1 Bekasi Borong Kejuaraan di Tingkat Kabupaten dan Provinsi 0
- Career Day MAN 1 Bekasi, Bentuk Peran Madrasah 0
- Kampung Naga Tasikmalaya Nan Eksotis. Sosio Kultur 0
Ada beberapa proses untuk terjadinya pembentukan yaitu pengenalan, pemahaman, penerapan, pengulangan / pembiasaan, pembudayaan, internalisasi menjadi karakter. Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis serta sosial-kultural menurut Kementerian Pendidikan Nasional dapat dikelompokkan dalam :
Olah hati (spiritual and emotional development)
Olah pikir (intellectual development)
Olah raga dan kinestetik (physical and kinesthetic)
Olah rasa dan karsa (af-fective and creativity development).
Proses itu secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi, serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang didalamnya terkandung sejumlah nilai (Kemendiknas,2011:8-9).
Disitulah dapat dipahami bahwa manusia pada dasarnya memiliki dua potensi yakni baik dan buruk. Seperti dalam Al-Quran surah al-Shams (8) dijelaskan dengan istilah fujur (celaka/fasik) dan takwa (takut kepada Alloh). Manusia memiliki dua kemungkinan jalan, yaitu menjadi mahluk yang beriman atau ingkar pada Tuhannya, sebagaimana firman Alloh :
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ
artinya :
”Maka Alloh mengilhamkan kepada jiwa itu ( jalan) kefasikan dan ketakwaanya”, ( QS.Ash-Sham:8 ).
Berdasarkan penjelasan ayat di atas, maka pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi.untuk menjadi hamba yang baik dan buruk, menjalankan perintah Tuhan atau melanggar larangan-Nya, menjadi orang beriman atau kafir, mukmin atau musyrik. Manusia adalah mahluk Tuhan yang paling sempurna.( Agus Zainul Fitri,2012;34-36 ).
Sedangkan yang menjadi dasar-dasar pembentukan karakter mencakup beberapa hal seperti
Rasa cinta kepada tuhan yang Maha Esa dan segenap ciptaan-Nya, termasuk cinta kasih sayang terhadap sesama, cinta damai.
Pendidikan yang memadai, formal maupun informal.
Disiplin terhadap waktu, tempat dan peraturan yang ada.
Percaya diri, adil, mandiri, dapat bertoleransi, baik dan rendah hati.
Siap bekerja keras, pantang menyerah, kreatif, bekerja sama, menolong dan berbagi dengan teman.
Jujur, bertanggung jawab, santun, hormat pada orang lain, ada kepedulian.
Berberdasarkan enam pilar penyangga ini tentunya anak dapat dibangun karakternya sejak dini mungkin. Anak yang tumbuh di lingkungan orang-orang yang berkarakter baik akan memiliki karakter baik pula, hal ini disebabkan oleh teladan atau contoh yang dilihat dan dialami sehingga semua itu merupakan modal bagi anak itu ( Dwi Yan Lukitaningsih,2011:50 ).
Sedangkan tahap-tahap pembentukan karakter dalam membentuk karakter pada diri anak memerlukan tahapan yang dirancang sistematis dan berkelanjutan. Sebagai individu yang mempunyai sifat berkembang, anak memiliki sifat meniru tanpa mempertimbangkan baik dan buruk. Hal ini didorong oleh rasa ingin tahu, dan ingin mencoba sesuatu yang diminati yang terkadang muncul secara spontan.
Oleh karena itu, pembentukan karakter harus dilakukan secara integral (menyeluruh) yang melibatkan aspek “knowing”(mengetahui), “acting”(melatih dan membiasakan diri), serta “feeling”(perasaan). Jika itu terus dilakukan, maka akan menghasilkan manusia-manusia pecinta kebajikan (Ratna Megawangi,2017:11).
Para pecinta kebajikan adalah mereka yang selalu mengerjakan amal sholih. Orang-orang itulah yang akan mewarisi bumi ini, seperti sudah tertulis dalam QS.Al-Anbiyaa’(21):105
وَلَـقَدۡ كَتَبۡنَا فِى الزَّبُوۡرِ مِنۡۢ بَعۡدِ الذِّكۡرِ اَنَّ الۡاَرۡضَ يَرِثُهَا عِبَادِىَ الصّٰلِحُوۡنَ
Artinya :
“ Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini diwariskan bagi hamba-hambaKu yang sholih”.
Menurut Anis Matta ada lima kaidah dalam pembentukan karakter, khususnya dalam membentuk karakter muslim. Kelima kaidah tersebut adalah :
Kaidah kebertahapan
Proses pembentukan dan pengembangan karakter harus dilakukan secara bertahap. Orientasi kegiatan ini adalah pada proses bukan hasil.
Kaidah kesinambungan
Proses berkesinambungan nantinya akan membentuk rasa dan warna berpikir seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya menjadi karakter pribadinya yang khas.
Kaidah momentum
Pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan. Misalnya bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat, kedermawanan, dan sebagainya.
Kaidah motivasi instrinsik
Karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika dorongan yang menyertainya benar-benar lahir dari dalam diri sendiri. Pendidikan harus menanamkan motivasi/keinginan yang kuat dan lurus serta melibatkan aksi fisik yang nyata.
Kaidah pembimbingan
Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang guru/pembimbing. Kedudukan seorang guru/pembimbing ini adalah untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan seseorang.( Sri Narwanti,2011:1 ).
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa krisis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah pada saat dewasanya kelak.
Karakter ibarat otot. Otot-otot karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih. Sebaliknya, ia akan kuat dan kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang binaragawan (body builder) yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya ( Ratna Megawangi,2017:9 ). Otot-otot karakter juga akan terbentuk melalui praktik-praktik latihan, yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit).
Pembentukan karakter sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memiliki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan perilaku peserta didik.
Menurut Lickona dalam Bafirman H.B (2016:50), pembentukan pendidikan karakter menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan perbuatan moral (moral action). Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan, orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainya.
Megawangi menyebutkan, bahwa untuk membentuk karakter anak, ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu :
1) Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman dan rasa percaya. Kelekatan diusia awal, yang biasanya terbangun antara ibu dan anak, akan menjadi ikatan emosional yang erat antara ibu dan anak hingga dewasa.
2) Rasa aman, yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi anak. Kekacauan emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman, misalnya anak berkesulitan makan, hal ini akan tidak kondunsif untuk pertumbuhan anak yang optimal.
3) Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja hal ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Dengan demikian, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya yang berusia di bawah enam bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.
Kewajiban guru untuk mengembangkan potensi peserta didik seoptimal mungkin. Potensi tesebut tidak boleh dibiarkan atau disia-siakan, karena dengan seluruh unsur pancadaya inilah pribadi berkarakter dibangun. Guru di sekolah harus membantu membentuk watak atau karakter peserta didik. Hal ini meliputi keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah,dan masyarakat) dan berlaku sepanjang hayat (Rosidatun,2018:21-22).
